Sejarah lahirnya Kampung Blang Paku sekitar tahun 1947 silam yang awal mulanya berasal dari sekelompok masyarakat dari sebuah desa dalam wilayah Kecamatan Bukit, Kabupaten Aceh Tengah. Dimasa itu sekelompok masyarakat ini berprofesi sebagai pengembala ternak. Hewan ternak yaitu kerbau sehari-harinya dilepas di area tanaman pinus milik PPN. Kemudian sekelompok warga tersebut bertekad menebang hutan belantara di sekitar area pinus bagian barat Kabupaten Aceh Tengah secara bersama-sama untuk dijadikan area perkebunan seluas lebih kurang 300 Ha.
Setelah hutan ini menjadi hamparan indah, tidak ada tumbuhan lain yang tumbuh selain tanaman paku, dalam bahasa Aceh dikenal sebagai Ön Paku dan menjadi cikal bakal nama kampung. Sekelompok masyarakat yang membuka lahan di area pinus ini bermukim dan menetap di sebuah gubuk (rumah kubangan) dalam bahasa Gayo disebut Umah Tunah. Sekitar tahun 1947 masyarakat bermusyawarah di Umah Tunah tersebut untuk membicarakan dan membentuk pemimpin terdepan, dalam bahasa Gayo disebut sebagai Ulu Tawar. Ulu Tawar dibentuk sebelum membagi lahan yang sudah ditebang secara bersama - sama. Mereka bersepakat area yang sudah ditebang diberi nama Blang Paku, dan salah satu diantara mereka yaitu bapak Sana Temo diangkat sebagai keucik atau kepala desa yang pertama, beliau menjabat sejak Tahun 1947 sampai tahun 1957.
Dengan berakhirnya masa jabatan bapak Sana Temo pada tahun 1957, mereka kembali mengadakan musyawarah untuk membicarakan penerus kepemimpinannya, mereka sepakat bapak Joyo Karso sebagai kepala desa yang kedua, beliau menjabat sejak ditetapkannya hasil musyawarah pada 1957 sampai dengan berakhirnya masa jabatan beliau pada tahun 1965. Kemudian musyawarah kembali dilakukan untuk mencari pemimpin baru, bapak Singo Pawiro yang pada saat itu menjabat sebagai sekretaris desa di usulkan dan terpilih untuk menduduki jabatan kepala desa yang ketiga. Pada masa kepemimpinannya beliau dikenal sangat gigih mengajukan Kampung Blang Paku sebagai desa definitif. Hal itu terbukti dengan diakui dan disahkannya Kampung Blang Paku sebagai desa definitif. Dan masa kepimpinan beliau berakhir pada tahun 1972.
Pada periode berikutnya, pemilihan kepala desa (Pilkades) menjadi agenda yang rutin dilakukan. Bapak Paijan dipilih sebagai kepada desa ke- empat beliau menjabat sejak tahun 1972 sampai dengan tahun 1978. Bapak Samsuri sebagai kepala desa ke- lima menjabat sejak tahun 1978 sampai dengan tahun 1982. Bapak Tugirin sebagai kepala desa yang ke- enam dari hasil pemilihan suara terbanyak dan menjabat sejak tahun 1982 sampai dengan tahun 1986. Bapak Kasan Kadiran sebagai kepala desa ke- tujuh, beliau menjabat sebagai kepala desa sejak tahun 1986 dan meletakkan jabatannya pada tahun ke- empat yaitu pada tahun 1989, dengan alasan “lebih baik mundur waktu disenangi rakyat daripada dibenci dulu oleh rakyat, baru mundur dari kepala desa” tutur beliau. Oleh karena itu masyarakat kembali mengadakan Pilkades. Bapak Sarimin.S secara resmi terpilih sebagai kepala desa ke- delapan, beliau menjabat dua kali periode pemilihan dan menjabat sebagai kepala desa sampai dengan tahun 2000. Dimana pada akhir masa jabatan beliau, Aceh mulai mengalami konflik. Situasi konflik pada masa itu membuat masyarakat enggan untuk mencalonkan maupun dicalonkan sebagai kepala desa dan sekretaris desa sehingga masyarakat kembali melakukan musyawarah. Dengan hasil keputusan musyawarah, masyarakat mengigat, menimbang serta memutuskan bahwa yang menjadi kepala desa ke- sembilan adalah bapak Subur Syamsuri dan bapak M.Yusuf. AR sebagai sekretaris desa.
Situasi konflik pada masa itu memberikan dampak terhadap pelaksanan pemerintahan, sehingga fungsi dan tugas kepala desa tidak dapat dilaksanakan secara maksimal. Kondisi yang tidak kondusif serta adanya intimidasi dari orang- orang yang tidak beliau kenal membuat beliau merasa tidak nyaman dan memutuskan untuk hijrah dari Desa Blang Paku, sehingga tugas beliau yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat dilimpahkan dan dilaksanakan oleh bapak M.Yusuf.AR selaku sekretaris desa.
Pertumbuhan penduduk Desa Blang Paku dari tahun ke tahun semakin padat, sehingga untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas pemerintah dalam rangka pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan, pada tahun 2002 dilakukan pemekaran pada Desa Blang Paku dan pembentukan desa baru yaitu Desa Blang Benara. Berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2001 tentang Pembentukan, Pemecahan, Penghapusan, serta Penggabungan Desa. Sehingga Luas wilayah Desa Blang paku dari 570 Ha menjadi 262 Ha.
Pada tahun 2003 terjadi pemutasian beberapa desa dalam wilayah Kecamatan Timang Gajah diantaranya Desa Blang paku, Blang Benara dan, Suka makmur menjadi wilayah Kecamatan wih pesam Kabupaten Bener Meriah.
Pada tahun 2006 diadakan Pilkades yang dihadiri langsung oleh Bapak Bupati Bener Meriah Ir. Ruslan Abdul Gani, DPIL,SE. Bapak Juremi dipilih menjadi kepala desa yang ke- sepuluh beliau mulai menjabat sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2012.
Pada tahun 2013 kembali dilakukan pilkades, bapak Ristu terpilih menjadi kepala kampung, beliau melaksanakan tugas pada enam tahun periode pertama, dan selama masa transisi untuk menunggu pilkades serentak se- Kabupaten Bener Meriah, pemerintahan Kampung Blang Paku dijabat oleh Bedel Kampung yaitu bapak M. Yusuf.AR selama sembilan bulan. Dan selanjutnya terpilih kembali Bapak Ristu menjadi kepala kampung yang mulai saat itu dikenal dengan sebutan reje kampung pada pilkades yang dilaksanakan pada tahun 2019 namun beliau mengajukan surat pengunduran diri pada tanggal 1 Agustus 2022 dikarenakan permasalah pribadi. selanjutnya Banta Kampung Pada Tahun 2022 Bulan Maret Pensiun dan digantikan oleh Bapak Aan Pasriyanto yang menjabat Banta Kampung Blang Paku Dan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bener Meriah Nomor 141/ /SK/2022 menunjuk Bapak Maliki,S.Sos, M.Sos sebagai Bedel Reje Kampung Blang Paku hingga diadakan pemilihan reje kampung yang baru.
Selanjutnya pada tanggal 22 Maret Tahun 2023 terpilih Reje Pengganti Antar Waktu (PAW) yaitu Bapak Yatiman hingga Akhir Periode Jabatan tanggal 22 Maret Tahun 2025.
Pada saat ini hampir seluruh masyarakat Kampung Blang Paku mengandalkan hasil perkebunan untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari. Pada awal mula berdirinya kampung, kopi menjadi tanaman utama yang banyak ditanam oleh masyarakat, kemudian menyusul tanaman tebu, namun pada beberapa tahun terakhir masyarakat lebih memilih untuk menanam tanaman holtikultura yaitu cabai pada area perkebunan yang berada di dalam maupun di sekitar wilayah Kampung Blang Paku. Perubahan ini tentunya berpengaruh pada surplus pasokan tebu sebagai bahan baku utama pada pabrik tradisional gula merah milik warga. Hal ini mengakibatkan banyak pabrik gula merah tradisional yang tidak lagi beroperasi. Terlepas dari itu semua kesuburan tanah dan iklim yang memadai untuk berbagai jenis tumbuhan membuat pemerintah memberikan perhatian yang besar terhadap kelestarian lingkungan dan pertanian Kampung Blang Paku. Pada tahun 2020 Kampung Blang Paku sukses melaksanakan Program Pengadaan MCK yang didanai oleh pemerintah melalui Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Aceh. Kemudian pada tahun 2021, Kampung Blang Paku kembali menerima bantuan bibit pertanian dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Aceh melalui Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bener Meriah pada Program Kampung Iklim (Proklim) berupa bibit pohon alpukat, durian, jeruk, pucuk merah, beringin dan bambu. Hal ini tentunya diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap kelestarian lingkungan hidup dan nilai ekonomis pada pertanian. Pada program ini Kampung Blang Paku diajukan sebagai kandidat Desa Proklim Utama, hal ini tentunya menjadi prestasi yang bernilai bagi lingkungan hidup.
Selain kelestarian lingkungan, pemerintah Kampung Blang Paku juga memiliki perhatian khusus terhadap pelestarian kekayaan budaya yang berkembang di masyarakat. Pertunjukkan budaya seperti wayang kulit digelar pada hari- hari besar Islam dan kuda lumping secara aktif dipertunjukkan pada hari- hari besar nasional.